Kamis, 15 Januari 2015

TRS: [e-Wanita] Memulai Fase Hidup yang Baru -- Edisi 136/Januari 2015

----Pesan yang diteruskan----
Dari: wanita@sabda.org
Kepada: i-kan-wanita@hub.xc.org
Email Keluar: Rab, 14 Jan 2015 20:10 Waktu Baku Pasifik
Judul: [e-Wanita] Memulai Fase Hidup yang Baru -- Edisi 136/Januari 2015

Anda terdaftar dengan alamat: joniwawohsh@yahoo.co.id

e-Wanita -- Memulai Fase Hidup yang Baru
Edisi 136/Januari 2015

Salam kasih dalam Kristus,

Salam jumpa di tahun yang baru ini, Sahabat Wanita semua! Untuk mengawali tahun 2015, publikasi e-Wanita akan menampilkan tema "Memulai Fase Hidup yang Baru" dalam dua artikel berbeda, yang berisi dua topik yang berkaitan dengan tema di atas. Kiranya materi yang disampaikan akan berguna untuk memberi semangat kepada Sahabat Wanita dalam memulai segala aktivitas dan kehidupan pada awal tahun ini.

Berkenaan dengan itu, perkenankan saya, N. Risanti, menyapa dan memperkenalkan diri sebagai Pemimpin Redaksi e-Wanita yang baru, menggantikan Saudari S. Setyawati yang telah menemani Sahabat Wanita selama dua tahun ini. Mewakili seluruh staf redaksi e-Wanita, saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2015 kepada seluruh pembaca publikasi e-Wanita. Kasih, damai, dan penyertaan Tuhan kiranya akan meliputi hari-hari Anda di tahun 2015. Amin.

Pemimpin Redaksi e-Wanita
N. Risanti
< okti(at)in-christ.net >
< http://wanita.sabda.org/ >


RENUNGAN WANITA: MEMULAI LAGI -- JALAN TUHAN

Pernahkah Anda melihat keadaan Anda dan berpikir, "Saya akan senang sekali jika mendapat kesempatan untuk melakukannya lagi."? Atau, "Jika saja saya dapat mengubahnya, saya akan melakukannya." "Saya memerlukan awal yang baru." Semua ini adalah tentang anugerah.

Yohanes pasal 8 menceritakan kisah tentang seorang wanita yang tertangkap basah melakukan perzinaan. Hukum Yahudi menyatakan bahwa ketidaksetiaan dalam pernikahan layak mendapat hukuman dengan dirajam. Para pemimpin agama membawa wanita itu kepada Yesus untuk menyaksikan apakah Ia akan mengikuti Hukum Taurat Musa dan menghukum wanita itu sampai mati. Akan tetapi, yang mengejutkan mereka adalah Yesus tidak menghukumnya. Sesudah menulis di tanah, Kristus berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (ayat 7). Kerumunan itu perlahan-lahan mulai membubarkan diri, para tua-tualah yang pertama kali pergi.

Setelah semua orang pergi, Yesus melihat kepada wanita yang sedang bersimpuh di kaki-Nya. Wanita itu mengetahui bahwa Ia adalah Hamba Allah. Betapa wanita itu merasa "ditelanjangi" dan malu, hingga Yesus menyatakan firman-Nya tentang pengampunan dan harapan kepada hatinya. "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (ayat 11) Yesus mengampuni wanita itu dan membebaskannya.

Mungkin, ada sesuatu yang hendak Anda hapus dari masa lalu. Mungkin suatu pemikiran yang membawa perasaan terhukum dan kepedihan. Yesus memberikan kesempatan kedua kepada wanita yang tertangkap sedang melakukan perzinaan, dan itulah yang akan Ia berikan kepada Anda. Jika ada dosa dalam sejarah Anda pada masa lalu atau saat ini, ketahuilah bahwa ketika Anda meminta pengampunan kepada Allah, pengampunan itu sudah diberikan. Ia tidak akan pernah mengungkit hal itu kembali.

Bahkan, satu-satunya penyembuhan bagi segala macam dosa adalah anugerah Allah yang dinyatakan bagi hidup kita. Hal ini mengubah pendosa yang jatuh menjadi orang yang hidup secara berkemenangan bagi Yesus Kristus. Kematian-Nya di kayu salib adalah pembayaran yang cukup bagi segala dosa Anda. Hanya Allah yang Mahakuasa yang dapat mengasihi Anda sepenuhnya.

Kesempatan kedua mendorong kita untuk tidak menyerah, bahkan ketika bisikan-bisikan dunia menyarankan hal-hal yang sebaliknya. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kita akan mendapatkan kesempatan kedua setelah kematian untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat. Namun, dalam kehidupan ini, Ia melimpahkan kasih-Nya yang mengampuni bagi kita sesudah kita mengacaukan semuanya. Kita tidak pernah berada di luar anugerah Allah.

Sebagai contoh, banyak orang mendengarkan Injil beberapa kali sebelum mereka menerima Tuhan. Tetapi, Tuhan tidak pernah menyerah untuk mencoba 'merebut' mereka untuk datang kepada-Nya. Ia adalah Allah atas kesempatan kedua -- dan sering kali atas seribu kesempatan. Kadang-kadang, seseorang menolak Injil selama bertahun-tahun. Akan tetapi, pada suatu hari, karena Bapa memberikan anugerah kepada satu pribadi, ia akhirnya menjadi anak-Nya.

Jika kita menerima apa yang sudah selayaknya karena dosa kita, kita semua akan dihukum. Tidak akan ada kesempatan kedua. Kita menginginkan apa yang tidak layak untuk kita terima, dan itulah anugerah.

Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan tidak didasarkan pada perbuatan-perbuatan kita. Efesus 2:8-9 berkata, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." Dengan perkataan lain, keselamatan adalah sebuah anugerah yang kita terima karena iman.

Bahkan, kemampuan untuk percaya berasal dari Allah. Jadi, keselamatan merupakan anugerah, dari awal sampai akhir -- bukan sesuatu yang kita usahakan atau kerjakan. Perbuatan baik tidak berjasa untuk mendapatkan keselamatan. Jika demikian, kita dapat berbangga diri, "Aku telah melakukan ini" atau "Aku telah melakukan itu." Hanya Bapa surgawi saja yang berhak berbangga diri, "Aku telah melakukannya: Aku telah memberikan semua yang dibutuhkan oleh para pendosa ini melalui Anak-Ku."

Allah telah mengasihi Anda sebelum Anda mengenal Kristus. Ia begitu peduli sehingga mengutus Anak-Nya ke bumi untuk memberi Anda kehidupan baru: "Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita" (Roma 5:8).

Kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus adalah sapuan kuas anugerah Allah yang tertinggi atas seluruh kanvas penciptaan. Kristus adalah perwujudan dari semua harapan. Jika Anda telah menerima Dia sebagai Juru Selamat Anda, hidup-Nya ada di dalam diri Anda, dan kasih karunia-Nya cukup untuk menghapus setiap tanda-tanda noda dosa. Izinkan Dia memberi Anda kesempatan kedua. (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: In Touch Ministries
Alamat URL: http://www.intouch.org/you/article-archive/content/topic/starting_over_god_s_way_article#.VEiJ5hbyFiA
Judul asli artikel: Starting Over - God's Way
Penulis artikel: Dr. Charles Stanley
Tanggal akses: 23 Oktober 2014


DUNIA WANITA: WANITA DAN TRANSISI: SEBUAH REFLEKSI TAHUN BARU

Setiap 12 bulan, saat kita berjalan dari tahun ke tahun berikutnya, kita menandai sebuah akhir dan sebuah awal. Dengan tetap hidup, berarti kita akan melewati banyak akhir dan awal atas segala sesuatu, dan kita menggunakan kata transisi untuk menggambarkan suatu bagian dari bagian yang lain. Sesuatu yang lama sudah berakhir, sesuatu yang baru sudah mulai.

Beberapa transisi berlangsung dalam waktu yang pendek, sementara transisi yang lain tampaknya berlangsung seumur hidup. Beberapa transisi kita lalui dengan pertolongan orang lain (contohnya adalah seorang anak sedang belajar berdiri dan berjalan, atau, beberapa tahun kemudian, mulai bersekolah). Transisi lainnya kita jalani sendiri, seperti perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh kita sebagai perempuan (meskipun kita mungkin mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman, sebagai contoh: memasuki masa pubertas, mulai memasuki siklus menstruasi, mengalami kehamilan atau kemandulan, melewati siklus menopause, dan penuaan).

Beberapa transisi bersifat traumatis, seperti hidup melewati daerah perang, atau mengalami kekerasan seksual sebagai anak atau remaja, atau tiba-tiba didiagnosis dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau kelumpuhan. Transisi-transisi yang lain terjadi secara alami, seperti kenaikan kelas di sekolah atau memasuki masa pensiun. Beberapa transisi, seperti imigrasi, memerlukan perubahan-perubahan yang besar, seperti mempelajari bahasa baru dan menyesuaikan diri dengan budaya yang sama sekali baru.

Beberapa transisi mungkin mengancam harga diri kita sebagai anak Allah. Kita mungkin merasakan luka yang mendalam atau dikhianati oleh seseorang yang kita kasihi dan percaya, dan perasaan tertolak mungkin menyebabkan kita meragukan harga diri kita sendiri. Atau, kita dapat membuat pilihan, seperti mengalah pada kecanduan sehingga saat dikenang kembali, hal itu menandai titik transisi yang nantinya akan kita pahami sebagai cara merendahkan martabat kita sendiri sebagai pribadi.

Beberapa transisi dapat terlihat, transisi-transisi yang lain tidak terlihat. Beberapa orang, seperti yang saya alami pada usia 40, dengan kemampuan pendengaran yang semakin berkurang, menghadapi risiko terisolasi. Transisi-transisi yang lain, seperti memasuki kembali dunia kerja setelah bertahun-tahun berada di rumah untuk membesarkan anak-anak, mungkin menarik kita pada cara-cara yang baru dan berbeda ke dalam komunitas manusia dan suatu pekerjaan.

Akan tetapi, satu hal yang pasti dalam hidup kita: perubahan dan transisi menandai bagian-bagian seluruh siklus hidup kita, seperti halnya perubahan musim, dari musim dingin ke musim semi, musim panas, dan musim gugur. Tantangan kita adalah untuk menerima perubahan dan transisi, dan walaupun menyakitkan, membiarkan Allah bekerja melaluinya, untuk memampukan kita bertumbuh ke dalam segala sesuatu yang kita mampu dan semestinya.

Perubahan sering melibatkan kekacauan, jurang ketidaktahuan, kekosongan, kewaspadaan akan kehilangan -- dan dapat memasukkan drama yang sangat emosional, kesedihan, dan ketakutan. Akan tetapi, perubahan dapat juga (untungnya) melibatkan pelepasan, cara baru untuk mengalami diri kita sendiri dan dunia, dan dapat membuka kita kepada kesadaran baru akan harapan dan makna.

Apa yang memungkinkan terjadinya transformasi di tengah-tengah kekacauan dan perubahan? Saya akan menyatakan pendapat bahwa iman memungkinkan kita untuk berlanjut seolah-olah ada potensi untuk kemungkinan-kemungkinan baru. Dengan demikian, sebuah transisi dapat menjadi sebuah ambang pintu: berdiri dengan penuh harap di ambang pintu untuk sesuatu yang baru yang akan dimulai. Akan tetapi, awal yang baru sulit untuk dilihat. Sering kali, para penerapi melihat klien-klien berada di posisi tersiksa dan kacau, di sana mereka menghadapi pilihan untuk dihancurkan atau membiarkan proses perubahan mengungkapkan kepada mereka suatu tatanan baru untuk banyak hal.

Jadi, saat kita memulai tahun baru ini, mari kita sedikit memikirkan tentang perubahan dan transisi yang telah kita alami sejauh ini dalam hidup kita. Pada dasarnya, perubahan dapat terjadi dengan satu dari dua cara. Perubahan-perubahan tersebut dapat dipilih secara bebas. Atau, perubahan-perubahan itu dapat dipaksakan -- kadang-kadang bertentangan dengan keinginan kita -- dari luar diri kita sendiri. Berikut ini adalah latihan reflektif yang mungkin Anda inginkan untuk dipikirkan sendiri atau didiskusikan dengan seorang teman tepercaya:

Pertama, pikirkanlah tentang transisi kehidupan yang Anda pilih.
- Bagaimana hal itu mengubah Anda?
- Bagaimana Anda mengurus diri sendiri di tengah-tengah transisi tersebut?
- Apakah ada luka yang belum dipulihkan?
- Apa yang Anda rasakan mengenai transisi ini? Apa yang Anda rindukan? (Buatlah catatan untuk diri sendiri atau sampaikanlah kepada Tuhan tentang hal ini.)

Kedua, pikirkanlah transisi kehidupan yang tidak Anda pilih.
- Bagaimana itu mengubah Anda?
- Bagaimana Anda mengurus diri sendiri di tengah-tengah transisi tersebut?
- Apakah ada luka yang membutuhkan penyembuhan?
- Apakah ada endapan kebencian atau penolakan diri?
- Buatlah catatan atau katakanlah kepada Allah tentang hal ini: apa yang Anda rasakan, apa yang Anda rindukan.

Dari sudut pandang seorang penerapi, sangat penting bahwa kita belajar membedakan antara hal-hal yang terjadi atas kita dan hal-hal yang kita pilih sendiri untuk dilakukan. Sering kali, kaum perempuan, yang disosialisasikan untuk berasumsi bahwa semua masalah yang bersifat relasi adalah kesalahan mereka, dipersalahkan untuk kesalahan yang tidak mereka perbuat, dan membawa beban berat akan rasa bersalah serta rasa malu tentang hal-hal yang terjadi pada mereka.

Saya memberikan konsultasi untuk sebuah pusat pengungsian di Toronto (sebuah kota di Canada - Red.), dan saya sedang memikirkannya ketika saya menuliskan sesuatu mengenai seorang pengungsi wanita yang cantik, yang diperkosa secara brutal dalam usahanya untuk melarikan diri bersama anak-anaknya dari zona konflik kekerasan. Ia tidak bertanggung jawab telah menyebabkan pemerkosaan, tetapi ketika ia pertama kali datang menemui saya, ia terbebani dengan perasaan penolakan diri dan membenci diri sendiri karena perasaan "terkontaminasi" (berdasarkan kata-katanya). Selama terapi, ia mulai melihat dirinya sebagai seorang wanita pemberani dan ibu yang menyelamatkan anak-anaknya serta membawa mereka ke tempat aman. Ia mulai dapat melihat ke cermin dan tidak lagi melihat wanita yang rusak dan "kotor" (dari deskripsinya sendiri), tetapi seseorang yang bermartabat dan bernilai. Ia berkembang dalam kemampuannya merawat dirinya sendiri dan anak-anaknya dengan baik
ketika mantel penolakan diri dibuang. Dan, ia melangkah maju pada saat ini -- kini, ia menyadari bahwa ia menjadi seorang yang selamat dan bukan korban semata -- ke dalam kehidupan baru di negara baru dengan perasaan yang lebih mendalam mengenai kejelasan, tujuan, dan kebebasan sebagai anak Allah. Harapannya adalah kembali ke sekolah dan menghidupi anak-anaknya, dan suatu hari nanti bekerja dengan perempuan lain yang mengalami trauma.

Sekarang, sambil menyongsong fajar tahun baru, pikirkanlah tentang transisi yang ingin Anda buat. Adakah sesuatu yang menahan Anda? Tentukanlah bagaimana Anda akan menghadapinya.

Mungkin ada perubahan pekerjaan, perubahan dalam suatu hubungan, atau pindah ke lokasi lain. Mungkin itu hanya menerima sesuatu yang tidak dapat Anda ubah, dan memilih untuk hidup dengan sukacita dan rasa syukur atas apa yang telah Anda miliki. Mungkin itu sesuatu yang menuntut adanya pilihan untuk memaafkan dan melepaskan kepahitan atau dendam. Mungkin itu tentang menerima sesuatu yang tak terduga, dan dengan demikian, Anda belajar menciptakan sebuah ruang yang ramah di dalam hati Anda sendiri (misalnya, cucu yang lahir di luar pernikahan; anggota keluarga yang mengaku sebagai gay atau lesbian, orang yang Anda kasihi akan mengalami perceraian, seorang anak berkebutuhan khusus). Mungkin saja tentang mengubah kebiasaan rahasia atau menghadapi kecanduan, yang akan meminta Anda untuk masuk ke dalam proses penyembuhan dengan seseorang -- teman, kelompok pemulihan, atau seseorang yang terlatih secara profesional, dan dengan demikian memercayakan rahasia Anda,
kecanduan atau kebiasaan Anda kepada orang lain. Mungkin itu tentang memulai sebuah perjalanan bersama Allah.

Mungkin Anda bisa merefleksikan satu pasal Kitab Suci, seperti Ibrani 13:5b dan 6: "Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.' Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut ....'"

Cobalah memulai perjalanan pribadi untuk melacak proses dari batin Anda sendiri jika Anda belum melakukannya. Petualangan terbesar mungkin sudah ada di depan Anda saat Anda membuka hati Anda untuk tahun baru ini, berdiri di ambang pintu, dan mengatakan kepada Allah apa yang Anda harapkan, sambil mendengarkan dengan baik-baik atas apa yang mungkin dipertimbangkan oleh hati tentang "suara lirih Allah yang tenang", yang menegaskan bahwa Anda dikasihi. (t/ N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Christian Feminism Today
Alamat URL: http://www.eewc.com/Articles/women-transitions-new-years-reflection
Judul asli artikel: Women and Transitions: A New Year's Reflection
Penulis artikel: Diane Marshall
Tanggal akses: 10 November 2014


Kontak: wanita(at)sabda.org
Redaksi: N. Risanti, Mei, dan Tika
Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

Tidak ada komentar:

Posting Komentar